Sinopsis
Buku biografi Nabi sudah sangat banyak. Lalu mengapa menulis yang lain lagi? Alkisah, Ramadan punya tujuan berbeda: mendekati cerita hidup Nabi dengan perspektif zaman sekarang. Karen Armstrong memang juga mencoba menyajikan biografi Nabi dengan sudut pandang orang hari ini (pasca 11 September) dalam buku terbarunya: Muhammad: A Prophet for Our Timeyang mungkin versi Indonesianya sedang digarap oleh penerbit lain. Akan tetapi, bagi Armstrong, ini berarti perlunya memberi penekanan pada aspek-aspek yang berbeda dari hidup Nabi. Sedangkan bagi Ramadan, ini juga berarti perlunya menuturkan beragam pelajaran yang bermanfaat buat manusia hari ini dari sosok Nabi di sela-sela narasi kisah beliau.
Bila Armstrong menghidangkan sirah Nabi begitu saja, Ramadan juga menuntun pembaca dalam bercermin pada kemanusiaan dan keteladanan Nabi mengenai persoalan-persoalan etika, sosial, ataupun pandangan hidup. Ramadan tidaklah bermaksud mengemukakan segenap detail ajaran Nabi yang perlu diikuti. Cucu Hasan al-Banna ini (hanya) menggarisbawahi keteladanan beliau dalam hal-hal yang pokok, seperti keberserahan diri kepada Allah, sikap terhadap kaum miskin, terhadap budak, perempuan, penegakan hukum, sistem-nilai yang lain, maupun sikap terhadap masa lalu dan sikap terhadap alamketeladanan-keteladanan yang menjadi sangat bunyi dalam situasi dunia sekarang.
Mengingat motivasinya tadi, wajar bila dalam mengulas sejarah Nabi, Ramadan mencukupkan diri dengan beberapa referensi saja: Quran, Sahih Bukhari, Sahih Muslim, dan As-Sirah al-Nabawiyyah karya Ibn Hisyam, serta sedikit lagi referensi lain yang jarang dirujuk. Ini berbanding terbalik dengan K.H. Moenawar Chalil yang mencoba melibatkan referensi sebanyak-banyaknya untuk menyusun Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw. (3 jilid).
Chalil memang tidak ingin memberi penekanan pada aspek-aspek atau fase-fase tertentu saja dari hidup Nabi. Wajar pula bila sajian Ramadan tampak tidak dilatarbelakangi kesibukan memverifikasi keotentikan atau menyeleksi keragaman riwayat tentang sejarah Nabi. Ramadan merasa cukup dan percaya dengan sedikit bahan yang merupakan referensi utama. Ramadan juga tampak tidak pusing dengan perdebatan atau kontroversi seputar fase tertentu dalam sejarah hidup Nabi, yang umumnya lahir dari para orientalishal-hal yang sangat menyita perhatian Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad dan Karen Armstrong dalam biografi Muhammad-nya yang lebih dulu terbit, Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis.
Buku biografi Nabi sudah sangat banyak. Lalu mengapa menulis yang lain lagi? Alkisah, Ramadan punya tujuan berbeda: mendekati cerita hidup Nabi dengan perspektif zaman sekarang. Karen Armstrong memang juga mencoba menyajikan biografi Nabi dengan sudut pandang orang hari ini (pasca 11 September) dalam buku terbarunya: Muhammad: A Prophet for Our Timeyang mungkin versi Indonesianya sedang digarap oleh penerbit lain. Akan tetapi, bagi Armstrong, ini berarti perlunya memberi penekanan pada aspek-aspek yang berbeda dari hidup Nabi. Sedangkan bagi Ramadan, ini juga berarti perlunya menuturkan beragam pelajaran yang bermanfaat buat manusia hari ini dari sosok Nabi di sela-sela narasi kisah beliau.
Bila Armstrong menghidangkan sirah Nabi begitu saja, Ramadan juga menuntun pembaca dalam bercermin pada kemanusiaan dan keteladanan Nabi mengenai persoalan-persoalan etika, sosial, ataupun pandangan hidup. Ramadan tidaklah bermaksud mengemukakan segenap detail ajaran Nabi yang perlu diikuti. Cucu Hasan al-Banna ini (hanya) menggarisbawahi keteladanan beliau dalam hal-hal yang pokok, seperti keberserahan diri kepada Allah, sikap terhadap kaum miskin, terhadap budak, perempuan, penegakan hukum, sistem-nilai yang lain, maupun sikap terhadap masa lalu dan sikap terhadap alamketeladanan-keteladanan yang menjadi sangat bunyi dalam situasi dunia sekarang.
Mengingat motivasinya tadi, wajar bila dalam mengulas sejarah Nabi, Ramadan mencukupkan diri dengan beberapa referensi saja: Quran, Sahih Bukhari, Sahih Muslim, dan As-Sirah al-Nabawiyyah karya Ibn Hisyam, serta sedikit lagi referensi lain yang jarang dirujuk. Ini berbanding terbalik dengan K.H. Moenawar Chalil yang mencoba melibatkan referensi sebanyak-banyaknya untuk menyusun Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw. (3 jilid).
Chalil memang tidak ingin memberi penekanan pada aspek-aspek atau fase-fase tertentu saja dari hidup Nabi. Wajar pula bila sajian Ramadan tampak tidak dilatarbelakangi kesibukan memverifikasi keotentikan atau menyeleksi keragaman riwayat tentang sejarah Nabi. Ramadan merasa cukup dan percaya dengan sedikit bahan yang merupakan referensi utama. Ramadan juga tampak tidak pusing dengan perdebatan atau kontroversi seputar fase tertentu dalam sejarah hidup Nabi, yang umumnya lahir dari para orientalishal-hal yang sangat menyita perhatian Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad dan Karen Armstrong dalam biografi Muhammad-nya yang lebih dulu terbit, Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis.
No comments:
Post a Comment